Selasa, 29 Mei 2012


BATTERY : Konfigurasi pengkabelan
(wiring configuration)

Menanggapi beberapa permintaan yang lama tertunda untuk menuliskan seputar battery, khususnya untuk EBT (energi baru terbarukan). Battery merupakan salah satu peralatan utama pada PLT-EBT yang tidak terkoneksi dengan jaringan atau sering disebut off-grid systems. Sebenarnya tulisan ini juga berguna untuk sistem selain off-grid systems, bisa diaplikasikan untuk kebutuhan lainnya yang menggunakan battery. Disini akan dibahas khusus tentang konfigurasi batteries disertai beberapa contoh konfigurasi dalam bentuk gambar, dimulai dari konfigurasi yang paling sederhana.
1.  Sambungan Seri
Pada sambungan seri, tegangan total adalah hasil penjumlahan dari tegangan pada masing-masing battery. Namun kapasitas total battery (Ah) adalah sama seperti pada masing-masing battery (tidak dijumlahkan). Untuk lebih jelasnya, silahkan lihat contoh berikut :
Contoh 1 :

Untuk contoh 1, dapat dihitung sebagai berikut.
a. Tegangan total adalah 12 + 12 = 24 Volt
b. Kapasitass total adalah 100 Ah.

Contoh 2 :

Pada contoh 2 diatas bisa disimpulkan:
a. Total tegangan = 12+12+12+12 = 48 Volt
b. Kapasitas total = 100Ah (sama dengan kapasitas masing-masing Battery)

2.  Sambungan Paralel
Pada sambungan paralel, berlaku rumus sebagai berikut:
a. Total tegangan sama dengan masing-masing battery
b. Kapasitas total= Penjumlahan kapasitas dari semua battery yang disambung.
Perhatikan contoh berikut;
Contoh 1:

Sehingga hasil akhir dari sambungan diatas adalah
a. Total tegangan = 12 V (sama dengan tegangan pada masing-masing battery)
b. Kapasitas total = 100 + 100 = 200 Ah

Contoh 2:

Didapat nilai sebagai berikut;
a. Total tegangan = Tetap 12 V (sama dengan tegangan pada masing-masing battery)
b. Kapasitas total = 100 + 100 + 100 + 100 = 400 Ah

3.  Gabungan ( Seri - Paralel )
Pada pola sambungan ini, total tegangan merupakan hasil penjumlahan semua nilai tegangan dari battery yang disambung seri, sedangkan kapasitas total merupakan hasil penjumlahan semua battery yang dipasang secara paralel. untuk lebih jelasnya, silahkan dilihat beberapa contoh sebagai berikut:
Contoh 1:
Asumsi masing-masing battery mempunyai tegangan 12V dan kapasitas 100 Ah

Total tegangan adalah 12+12 = 24 V, dan
Kapasitas total adalah 100 Ah

Contoh 2: ( asumsi sama dengan contoh 1)

Total tegangan = 12+12 V = 24 V
Kapasitas Total = 100 + 100 = 200Ah

Contoh 3:

Total tegangan = 24 V
Kapasitas Total = 300 Ah

Contoh 4:

Total tegangan = 24 V
Kapasitas total = 400 Ah

Demikian penjelasan ringkas tentang konfigurasi pengkabelan pada battery, semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan kita.

Penjelasan mengenai berapa besar energi yang disimpan, berbagai cara pengukuran battery, umur battery, berapa kapasitas battery yang sesuai kebutuhan dan masalah keamanan battery insya Alloh akan dibahas pada tulisan selajutnya.

Sumber : Materi Pelatihan Renac ( Renewables Academy), Berlin, Jerman, 2009

Musim Panas 2012 di JEPANG
“HEMAT atau PEMADAMAN”
(Efek PLT-Nuklir tidak beroperasi)

Efek gempa dan tsunami Jepang pada bulan Marert 2011 masih sangat terasa efeknya sampai sekarang, terutama hal yang berbau nuklir. Masyarakat yang trauma akan musibah PLTN Fukushima Daiichi, menghendaki untuk menghentikan semua PLTN di Jepang walaupun sudah dilakukan tes ulang dan perawatan rutin terhadap PLTN-PLTN di seluruh Jepang. Akhirnya pada tanggal 5 mei 2012, PLTN terakhir di Jepang di shut down sampai batas yang belum ditentukan yang menandai semua PLTN di Jepang tidak beroperasi lagi. Artinya Jepang akan kehilangan sekitar 30% energi listriknya, tentu ini adalah jumlah yang tidak sedikit. Untuk menutupinya, pembangkit konvensional dan berumur tua pun terpaksa harus diminta turun tangan, efisiensi rendah juga sudah tak dihiraukan. Walaupun para sesepuh dari kalangan pembangkit harus turun gunung, namun diperkirakan belum bisa memenuhi kebutuhan pada saat beban puncak khususnya muslim panas nanti atau musim dingin tahun depan.

Apa efek selanjutnya?? Tentu kita sudah dapat menebak, jika jumlah permintaan listrik/ beban yang lebih besar dari pada pembangkit-nya, tentu akan terjadi pemadaman. Kemudian, apa langkah berikutnya untuk menanggulangi masalah tersebut dalam waktu dekat? Jawab-nya adalah HEMAT. Pemerintah Jepang akan menganjurkan atau bahkan mendesak Industri dan masyarakat di Jepang untuk berhemat. Misalnya untuk wilayah barat Jepang, Kansai electric power meminta konsumen kalangan industri berat yang masuk daerah operasional-nya untuk menghemat listrik sampai 15%. Sedangkan untuk wilayah lainnya diminta untuk berhemat sekitar 5-10% dari penggunaan normal khususnya pada masa musim panas antara Juli-September. Pemerintah Jepang juga akan mencari jalan keluar agar penghematan tersebut tidak banyak mengganggu kegiatan ekonomi dan rumah tangga.

Salah satu contoh cara penghematan ala masyarkat Jepang adalah kampanye pada Juni tahun lalu“ Super Cool Biz”, dimana pekerja diminta memakai pakaian ala hawai, T-shirt dan sandal untuk menghemat penggunaan listrik untuk pendingin ruangan (AC). Sedangkan mulai bulan November, dianjurkan untuk memakai sweater yang tebal karena masuk musim dingin.

Saat ini adalah akhir bulan Mei dan akan memasuki musim panas pada bulan Juli nanti, penghematan harus dilakukan untuk menghindari pemadaman. Apakah program penghematan tersebut berhasil, apakah masyarakat Jepang betah hidup tanpa PLT-nuklir atau PLT-Nuklir akan beroperasi kembali, bagaimana strategi atau kebijakan selanjutnya untuk mengatasi krisis energi di Jepang. Kita tunggu kabar selanjutnya
Untuk saat ini :

"BERHEMAT atau PEMADAMAN"

Sumber : 
1. Japan urges citizens to cut down on electricity use, BBC, 18 Mei 2012.
2. Japan urges industry to cut energy use 15%, environmental and energy management news, 22 Mei 2012



JEPANG dibelah dengan 2 Sistem Jaringan Listrik
(Belajar dari tsunami 2011)

Gempa dan Tsunami besar di Fukushima Jepang pada tahun 2011 mengakibatkan berhentinya 6 reaktor PLTN di Fukushima Daiichi yang melayani listrik Jepang bagian Timur (Tokyo, Yokohama, Tohoku, Hokaido), sehingga mengakibatkan rolling blackout (pemadaman bergilir) di daerah timur Jepang. Disisi lain, Jepang bagian barat yang tidak terpengaruh dengan gempa dan tsunami pada saat itu masih memiliki cadangan daya. Namun sayang, kelebihan daya tersebut tidak bisa digunakan untuk membantu kekurangan daya di daerah timur secara maksimal. Mengapa demikian??

Tulisan ini mencoba untuk menjelaskan alasan utama mengapa kelebihan daya di bagian barat tidak bisa disalurkan secara maksimal ke bagian timur. Alasan utamanya adalah karena Jepang dipisah menjadi dua sistem jaringan listrik. Walaupun seluruh Jepang menggunakan tegangan outlet 100 V, namun kedua daerah tersebut beroperasi pada frekuensi yang berbeda, dimana bagian timur menggunakan standart frekuensi 50 Hz sedangkan bagian barat menggunakan frekuensi 60 Hz. Sebenarnya keduanya terhubung dengan 3 buah stasiun koverter frekuensi di Higashi-Shimizu, Shin Shinano dan Sakuma. Namun sayang, daya yang bisa dihandle sangat kecil dan terbatas dibanding kekurangan daya pada saat tsunami 2011 kemarin. 3 (tiga) stasiun konverter tersebut hanya bisa menyalurkan 1 GW, sedangkan kehilangan daya akibat bencana tsunami tahun 2011 adalah sebesar 9.7 GW sehingga transfer daya dari bagian barat tidak bisa membantu secara signifikan. Gambar stasiun konverter frekuensi di Sakuma dapat dilihat pada gambar 1.

 Gambar 1. Stasiun Konverter Frekuensi di Sakuma, Jepang

Nah, kota atau wilayah mana saja yang termasuk jaringan listrik Jepang bagian timur dan jaringan listrik bagian barat? Gambar 2 memperlihatkan peta wilayah jaringan listrik bagian barat dan bagian timur. Bagian barat ditandai dengan garis berwarna biru, sedangkan bagian timur ditandai dengan garis merah.

Gambar 2. Peta jaringan listrik Jepang wilayah barat dan timur

Mengapa bisa terjadi dalam satu negara terdapat 2 (dua) sistem jaringan listrik? salah satu jawabannya adalah karena kedua jaringan listrik tersebut dibangun oleh 2 perusahaan yang berbeda dengan pengadaan peralatan dari negara yang mempunyai sistem yang berbeda. Tokyo Electric Light Co yang berdiri pada tahun 1883 dan bertugas membangun jaringan listrik bagian timur membeli peralatan dari perusahaan AEG, Jerman pada tahun 1895, dimana Jerman menggunakan standart eropa dengan frekuensi 50 Hz. Sedangkan jaringan listrik Jepang bagian barat dibangun oleh Osaka Electric Lamp yang membeli peralatan dari GE (General Electric), Amerika yang menggunakan standart frekuensi sebesar 60 Hz. Itulah yang menyebabkan kedua wilayah mempunyai standart frekuensi yang berbeda sampai saat ini.

Pertanyaan selanjutnya, mengapa sekarang belum disamakan standartnya mengingat kejadian tsunami tersebut atau kejadian-kejadian sebelumnya? saya sendiri kurang tahu alasan pastinya, namun kemungkinan besar adalah masalah biaya/dana konversi yang sangat besar, karena harus mengganti dan/atau memodifikasi sebagian besar peralatan yang sudah ada.

Itulah penjelasan ringkas dan sederhana mengenai sistem jaringan listrik di Jepang. Semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan kita tentang listrik.

Sumber :

  1. Martyn Williams, ' A legacy from the 1800s leaves Tokyo facing balckouts', March, 2011
  2. Mark Fischetti,' Japan's two incompatible power grids make disaster recovery harder', March, 2011
  3. naritama.org/report/jpower_sakuma.html

Senin, 28 Mei 2012


Menekan Biaya investasi : 
PLT-Surya tersambung ke Jaringan Listrik
(salah satu cara subsidi listrik lebih tepat sasaran)

PLTS ( pembangkit listrik tenaga surya) sudah sangat sering kita dengar. Namun pada umumnya, PLTS tersebut masih terpasang secara individual, artinya PLTS masih memerlukan battery untuk menyimpan energi  untuk digunakan pada saat malam hari ketika matahari tidak bersinar. Kita tahu bahwa battery memerlukan dana investasi yang besar, perawatan yang rutin serta efisiensi yang akan terus menurun. Selain itu sampah battery juga menimbulkan masalah lingkungan. Untuk mengurangi dana investasi dan ketergatungan terhadap battery, skema PLTS tersambung ke Jaringan Listrik ( di Indonesia : PLN) merupakan hal yang baru. Beberapa keuntungan PLTS tersambung ke jaringan listrik adalah:
  1. Biaya investasi dan perawatan sangat berkurang karena tidak perlu battery.
  2. Pada saat daya dari PLTS lebih besar daripada beban (penggunaan listrik rumah kita), kelebihan daya bisa disalurkan/dijual ke jaringan listrik. Jadi tagihan rekening listrik kita bisa berkurang.
  3. Lebih ramah lingkungan karena mengurangi sampah battery yang memerlukan perlakukan khusus dan kurang ramah terhadap lingkungan.

Selain keuntungan diatas, untuk kasus di Indonesia, jika didukung dengan regulasi yang tepat. Skema tersebut akan sangat membantu untuk penyaluran subsidi listrik yang tepat sasaran. Kok Bisa???
Alasannya : jika rumah tangga/organisasi/badan usaha yang dirasa tidak layak mendapat subsidi listrik dianjurkan untuk memasang PLTS pada bangunan-nya sehingga beban listrik PLN bisa dikurangi dan subsidi bisa dikurangi. Sehingga daya PLN bisa digunakan untuk menutupi kekurangan listrik dan meningkatkan ratio elektrifikasi kita, selain itu subsidi listrik lebih tepat sasaran.

Untuk memperjelas bagaimana skema PLTS tersambung ke jaringan listrik, gambar berikut memperlihatkan konfigurasi PLTS terkoneksi ke jaringan:


Instalasinya memerlukan beberapa hal, diantaranya:
   1. Panel Surya
   2. Papan instalasi kabel dan panel
   3. Inverter

Secara umum, cara kerja skema ini adalah panel surya akan menghasilkan tegangan  DC. Kemudian tegangan DC tersebut akan diubah oleh inverter menjadi tegangan AC sesuai spesifikasi jaringan listrik. Energi listrik ini akan digunakan untuk mensupply kebutuhan listrik rumah tangga/gedung. Jika ada kelebihan daya, akan dikirimkan ke jaringan listrik. Sedangkan jika terjadi kekurangan daya, kekurangan tersebut akan ditutupi oleh listrik dari jaringan PLN. Disini, meter listrik harus bisa menghitung berapa yang dikirim ke jaringan dan berapa daya dari jaringan yang diminta oleh pelanggan. Sehingga selisihnya itulah yang akan dibayar oleh pelanggan.

Namun, semua skema pasti mempunyai kekurangan atau kelemahan, termasuk PLTS terkoneksi ke jaringan listrik. Dibawah ini beberapa hal yang harus diperhatikan:
1. Safety/keselamatan
Hal yang penting diperhatikan adalah PV beroperasi pada tegangan DC, jika beroperasi diatas 300 V sebelum diubah menjadi standart tegangan AC, potensi terjadi kebakaran lebih besar dibanding tegangan AC. Jadi perlu wiring/pengaturan kabel yang bagus dan semestinya. Selain itu, pada saat jaringan listrik mati, inverter harus bisa mengatasi masalah ini, sehingga tidak menyebabkan kerusakan pada alat rumah tangga dll.

2.  Kualitas Listrik
Kualitas tegangan AC yang dihasilkan oleh PLTS harus disesuaikan dan mengikuti standart jaringan listrik. Selain itu, jika penetrasi PLTS sangat besar terhadap jaringan listrik (artinya daya PLTS dari banyak rumah tangga sangat besar), akan terjadi masalah pada tegangan di distribusi. Sekarang banyak penelitian tentang masalah tersebut dan bagaimana mengatasi-nya.

3.  Regulasi/Aturan jual beli listrik tingkat rumah tangga.
Harus ada regulasi yang jelas tentang aturan jual beli listrik sampai level rumah tangga. Selain itu harus dibuat standart khusus, jika ingin diterapkan secara besar-besaran.

Demikian penjelasan singkat tentang PLTS terkoneksi ke jaringan listrik. Semoga bermanfaat dan bisa membuat tulisan lanjutan yang lebih detail dari masing-masing point diatas.

Sumber : Connecting to the grid, A guide to distributed generation interconnection issues, IREC

Mengenal Kerja Microgrid Power System

Akhir-akhir ini, kata Microgrid semakin sering didengar dikalangan para engineer sistem tenaga listrik. Apa dan bagaimana microgrid bekerja? Disini kita coba membahas sedikit tentang microgrid.
Microgrid bisa disebut juga ‘jaringan mikro’, tentu yang dimaksud disini adalah jaringan mikro pada sistem tenaga listrik. Microgrid sangat berkaitan dengan Distributed Energy Resources (DER) yang didalamnya terdapat pembangkit terdistribusi, penyimpan energi (energy storage) yang lokasinya dekat dengan beban lokal. Salah satu keuntungan microgrid adalah meningkatkan ketahanan sistem.

Microgrid merupakan sistem yang terdiri dari minimal satu sumber energi yang terkoneksi dengan beban pada daerah yang relatif kecil. Dalam microgrid, sumber energi dan beban bisa terhubung maupun terputus ke jaringan distribusi (grid), tentu dengan gangguan pada beban yang seminimal mungkin, sehingga perlu perencanaan yang bagus untuk menghindari masalah tersebut.


Pada saat microgrid terputus dengan jaringan distribusi (grid) dimana interconnection switch dalam keadaan terbuka, microgrid harus mampu mensupply beban local dengan pembangkitnya sendiri karena pada kondisi ini jaringan listrik tidak bisa membantu men-suplly listrik ke beban, kondisi ini disebut islanded mode. Selain microgrid harus dapat memenuhi kebutuhan beban, microgrid juga harus bisa menjamin kualitas frekuensi dan tegangan, karena pada umunya akan terjadi ‘gangguan sesaat’ pada saat proses pergantian dari kondisi terkoneksi grid ke kondisi islanded mode. Besar dan lama gangguan sangat ditentukan kualitas teknologi switch-nya. Pada dasarnya ada empat teknologi yang sangat penting dalam microgrid yaitu Distributed generation (DG), Distributed Storage (DS), interconnection switches dan sistem control, dimana semuanya harus bekerja dengan baik dan sesuai harapan sehingga perlu desain yang bagus dan harga yang seminim mungkin tentunya. Topologi microgrid power system dapat dilihat pada gambar.
Untuk pembahasan lebih detail satu persatu teknologi utama pada microgrid tersebut yang meliputi : Distributed Generation, Distributed Storage, Interconnection switches dan Control system, akan dibahas pada pembahasan selanjutnya.

Sumber : Buku Power System, analysis and design, J.D Glover, M.S. Sarma dan T.J. Overbye